Jadi Anak Remaja Itu Berat, Pastikan Ayah Bunda Penuhi Kebutuhan Psikologisnya

Jadi Anak Remaja Itu Berat, Pastikan Ayah Bunda Penuhi Kebutuhan Psikologisnya

tribun-nasional.com – Anak Remaja/ Foto: Shutterstock

Dream – Banyak orangtua yang mengeluhkan anak remajanya menjauh, menghindar dan sulit berkomunikasi. Hal ini memang sangat membingungkan, dan sebagian besar orangtua hanya mendiamkannya dan menganggap hal wajar.

Benarkan demikian? Menurut Irma Gustiana seorang psikolog anak dan keluarga, justru penting bagi orangtua untuk aktif mendekati anak remajanya.

Isu kesehatan mental remaja yang ditemui Irma di ruang praktik membuatnya mengingatkan para orangtua bahwa justru kehadiran orangtua sangat penting bagi anak remaja, meskipun si anak berkesan malah menjauh.

” Selama ini seringkali yang dipikirkan orang dewasa mengenai remaja adalah semuanya tentang pengaruh teman sebaya dan kelompok sebaya dalam pergaulan sosial. Tapi sebenarnya bukan hanya itu, dalam transisi dari masa kanak-kanak ke remaja atau remaja awal, peran orangtua sangat penting. Dalam rentang usia 9 hingga 14 tahun, anak-anak menjadi lebih tertarik untuk dikagumi dan dihormati,” ungkap Irma dalam akun Instagramnya @ayankirma.

Anak remaja menurut Irma, menjadi lebih sensitif, sehingga rasa ingin diterima, dimiliki, dikagumi, dan dihargai di rentang usia remaja menjadi kebutuhan psikologis yang dominan. Tidak hanya diterima teman, tetapi yang lebih utama juga adalah diterima oleh orangtuanya.

” Hal ini juga didukung salah satu riset dari ahli saraf Ron Dahl, profesor kesehatan dan perkembangan manusia di University of California, Berkeley, ia menjelaskan peran serta dan dukungan orang tua dapat membantu remaja, terhindar dari depresi dan kecemasan serta gangguan kesehatan mental lainnya,” pesan Irma.

Penuhi Kebutuhan Psikologis Anak Remaja dengan Cara Ini

Pendengar yang baikRemaja membutuhkan tempat untuk mencurahkan perasaan atau menceritakan problem yang sedang dihadapinya. Mereka berharap orangtua bisa mendengarkan isi pikiran dan memahami perasaannya, tidak judgemental/ menghakimi atau menilai tanpa mendengarkan isi cerita seutuhnya.

© MEN

Perhatian dan doronganRemaja menginginkan perhatian dan sikap bersahabat dari orangtuanya. Juga mereka membutuhkan dorongan moral agar aktivitas hari-harinya bisa dijalankan dengan semangat dan menyenangkan

Memberi ketenangan saat “badai”

Kehidupan remaja penuh tekanan. Harapan yang besar, tekanan teman, nilai akademik, belum lagi perubahan fisik dan emosi yang mereka alami. Remaja butuh orangtua yang memahami menjadi remaja dan yang tidak hanya membiarkan tetapi juga membantu level stres mereka

Membangun rasa percaya diri dan harga diriTak peduli seberapa besar pencapaian anak remaja, selalu ” isi gelas” harga diri anak remaja sampai penuh. Berikan pujian, dukungan dan pendampingan. Setiap pencapaian dalam hidup mereka memiliki nilai. Semuanya adalah proses yang membangun kepercayaan diri dan mengajari mereka tentang siapa mereka dan apa yang mampu mereka capai

Kasih sayang dan hangat dengan sentuhanTerlepas dari isyarat mundur atau ingin menjauh dari orangtuanya, jangan tersinggung. Mungkin saat ini ia enggan untuk didekati atau dipeluk, tapi jangan menyerah pada remaja.

” Selipkan pelukan, sentuh jarinya, pegang bahunya atau usapkan tangan di punggungnya sesering mungkin. Remaja membutuhkan rasa cinta dan kehangatan sentuhan orangtua mereka terutama saat murung,” ungkap Irma

Kepercayaan

Kurangnya kepercayaan orangtua kadang menggangu rasa aman bagi remaja. Mereka akan merasa terkekang dan tidak bisa bebas bergerak atau mengeksplorasi kemampuan karena merasa setiap hal yang dilakukan tidak ada yang percaya.

© MEN

” Jadi orangtua dari anak reamaja itu sulit, tapi jauh lebih sulit menjadi anak remaja itu sendiri. Sumber harapan utama mereka adalah orangtuanya yang bisa hadir bukan hanya secara fisik tapi juga emosional,” pesan Irma.

Psikiater Ingatkan Orangtua Soal Otak Remaja

Dream – Banyak orangtua yang beranggapan kalau anak-anak yang sudah menginjak usia remaja yaitu 17 hingga 19 tahun mulai berpikir kritis. Bisa membuat keputusan besar untuk dirinya sendiri dan melakukan pertimbangan yang rumit.

Faktanya ternyata tak demikian. Di sekolah mungkin anak merupakan sosok yang pintar secara akademis, tapi secara pemikiran dan psikologis mereka masih dalam tahap perkembangan. Menurut dr. Zulvia Oktanida Syarif, SpKJ dalam akun Instagramnya @dr.vivisyarif, otak remaja masih belum sempurna.

” Otak remaja itu masih dalam proses perkembangan, proses developmental stage. Kita harus berhenti berpikiran bahwa remaja itu adalah orang dewasa dalam versi mini, no. Mereka adalah anak-anak yang masih dalam fase transisi menuju fase dewasa,” kata dr. Vivi.

Perkembangan Otaknya Masih Belum Sempurna

Menurutnya, otak remaja masih mengalami perkembangan khususnya di prefrontal cortex, area yang paling akhir berkembang. Ini adalah area otak yang bertanggung jawab untuk pembuatan keputusan, penilaian dan perencanaan.

” Jadi pada remaja mereka sedang belajar melakukan abstract thinking, proses berpikir abstrak, jadi parents jangan berharap anak remaja sudah tahu mereka akan melakukan apa dalam sekian tahun ke depan, belum tentu. Mereka lagi belajar abstract thinking kayak orang dewasa,” ujar dr. Vivi.

Ia juga menjelaskan di usia tersebut, anak masih berproses dalam menjalani tanggung jawab, melakukan pertimbangan secara moral suatu perilaku atau tindakan. Seringkali remaja melakukan hal impulsif dan hal itu karena kemampuannya itu menilai belum matang dan butuh pendampingan terus menerus dari orangtua.

” Jadi parents kita harus berhenti menuntut mereka sudah bisa melakukan abstract thinking, punya reasoning, jangan menuntut mereka harus bisa karena pada dasarnya memang belum bisa,” pesan dr. Vivi.

Sumber: dr. Vivi Syarif