Perkembangan Fintech Ancam Bank Menengah dan Kecil di Indonesia

Perkembangan Fintech Ancam Bank Menengah dan Kecil di Indonesia

tribun-nasional.com – Keberadaan fintech di tanah air menjadi ancaman tersendiri bagi bank menengah dan bank kecil. Pasalnya, popularitas fintech kian hari kian meningkat.

Rubrik Finansialku

Bank Menengah dan Kecil Paling Terkena Dampak Disrupsi Fintech

Pesatnya perkembangan fintech di Indonesia rupanya berdampak pada keberadaan bank-bank di Indonesia.

Bank kecil dan menengah adalah kelompok bank yang paling terkena dampak dari disrupsi teknologi finansial (fintech). Hal ini disampaikan juga oleh perusahaan penyedia jasa auditor profesional, PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia.

Bila diartikan secara harfiah, disrupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tercabut dari akarnya. Namun, dalam konteks ini disrupsi bisa diartikan juga sebagai gangguan.

Dalam publikasi bertajuk Indonesia Banking Survei tahun 2018 yang dirilis oleh PwC Indonesia, banyak bankir yang memprediksi bahwa ke depannya dampak disrupsi fintech terhadap bank akan sangat besar.

Seperti yang dilansir dari Kontan.co.id, Selasa (27/2/12) Partner PwC Indonesia David Wake memaparkan prediksi tersebut:

“Sebanyak 80% responden kami percaya bahwa fintech dalam lima tahun ke depan bisa menjadi ancaman signifikan.”

Untuk jangka pendek tepatnya satu tahun ke depan, perusahaan fintech berbasis peminjaman yakni Peer to Peer Lending didapuk sebagai salah satu ancaman yang patut diwaspadai.

Beberapa teknologi dalam bidang finansial seperti blockchain dan teknologi pembayaran individual juga menjadi salah satu tantangan bank-bank tradisional.

Pertumbuhan fintech yang pesat juga membuat 80% bank asing di Indonesia merasa harus melakukan pengurangan cabang. Berbeda dengan bank lokal yang merasa pengurangan cabang belum perlu dilakukan.

[Baca Juga: The Fed Membuat Persepsi Risiko Investasi Di Dalam Negeri Cenderung Naik]

Publikasi Indonesia Banking Survei tahun 2018 juga menyatakan bahwa beberapa bankir merasa perlu melakukan efisiensi biaya, serta berpindah dari layanan tradisional ke digital.

Dari data yang ditemukan, saat ini transaksi di cabang hanya sebesar 32% dari total transaksi atau turun dari sebelumnya 70%.

Sebaliknya, transaksi digital mengalami kenaikan dari yang sebelumnya hanya 10% menjadi 30% dari total transaksi perbankan saat ini.

Di sisi lain, menurut survei PwC Indonesia, bank-bank besar di Indonesia cukup siap untuk bersaing dengan fintech. Pasalnya, mereka memiliki modal yang cukup besar untuk dialokasikan dalam pemanfaatan teknologi.

Fintech Berbasis Pembayaran dan Peminjaman Diminati Masyarakat

Selain jumlahnya yang terus bertambah, fintech berbasis pembayaran (payment) didapuk sebagai sektor yang paling mendominasi di antara sektor lainnya.

Hal tersebut didukung oleh data dari Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) yang menunjukan bahwa dari sekitar 235 perusahaan fintech di Indonesia, 39 persennya merupakan fintech berbasis payment.

Melihat tingginya persentase ini, Direktur Aftech Ajisatria Suleiman meyakini bahwa fintech di sektor payment akan terus berkembang pesat di masa mendatang.

Hal ini sejalan dengan konsolidasi dan sinergi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang memadukan bisnis dengan layanan pembayaran yang lebih eksklusif.

[Baca Juga: Indonesia Terbitkan Green Bond Untuk Investasi Proyek Ramah Lingkungan]

Tak hanya fintech jenis payment, jenis fintech lain yang berpotensi tumbuh pesat adalah sektor pinjam-meminjam atau Peer to Peer (P2P) Lending.

Dari data yang dimiliki OJK, kurang lebih sudah ada 32 fintech Peer to Peer Lending yang resmi terdaftar di OJK.

Selain jumlah pertumbuhan bisnis yang banyak, jumlah penyaluran pembiayaan fintech pun mencapai Rp2,56 triliun hingga akhir 2017. Angka ini naik delapan kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2016.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, sampai akhir 2017 jumlah pemberi pinjaman melalui skema P2P telah meningkat 602,7% dibandingkan akhir 2016 menjadi 100.940 orang.

Popularitas fintech P2P Lending ini juga diakui oleh CEO PT Investree Radhika Jaya, Adrian Gunadi, di mana jumlah pengunjung yang bertransaksi di Investree dalam satu tahun terakhir naik hingga 40%.

Adrian menyatakan bahwa sepanjang tahun lalu tercatat ada 230.000 kunjungan per bulan di situs Investree, dan sebanyak 10 persennya melakukan transaksi dalam bentuk sign up (mendaftar) sebagai lender, borrower, ataupun sebagai agen.

Dalam sesi wawancaranya dengan Kontan.co.id, Direktur Aftech Ajisatria Suleiman mengatakan bahwa industri fintech menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik di tahun 2017 kemarin.

Pertumbuhan ini didukung oleh regulasi yang memberikan kepastian industri, hingga tingkat literasi keuangan yang membaik, terutama bagi kelompok milenial.

Bila 39% dari 235 perusahaan fintech di Indonesia adalah perusahaan berbasis payment, perusahaan fintech lain yang menduduki posisi lima besar berasal dari sektor market provisioning dengan persentase 11%, manajemen investasi 11%, insurtech 4%, dan equity capital raising 3%.

Beragamnya jenis fintech ini lantaran menjawab kebutuhan dari target pasar terbesar.

Pasar terbesar fintech adalah kelompok milenial, alias kelompok masyarakat dengan usia 25 hingga 35 tahun, dengan pendapatan Rp5 juta hingga Rp15 juta per bulan, dan memiliki bekal literasi digital yang baik.

Apa pendapat Anda terkait pertumbuhan perusahaan financial technology di Indonesia? Apakah Anda salah satu pengguna aplikasi fintech? Aplikasi fintech apa yang Anda gunakan? Silakan tinggalkan pendapat Anda di kolom komentar di bawah.

Sumber Referensi:

    Galvan Yudistira. 27 Februari 2018. Bank Menengah Dan Kecil Paling Terdampak Fintech. Kontan.co.id – https://goo.gl/9MZjf1

    Umi Kulsum, Yoliawan H. 20 Februari 2018. Fintech Pembayaran Dan Pinjaman Tumbuh. Kontan.co.id – https://goo.gl/h8doJ1

Sumber Gambar:

    Fintech Ancam Bank 1 – https://goo.gl/PP6sxF, https://goo.gl/5DoXJV

    Fintech Ancam Bank 2 – https://goo.gl/QWovWs

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula